Sabtu, 11 Juli 2015

LEMAH DAN MALAS

Seorang muslim bukanlah orang yang lemah dan malas. Bukan pula pengecut, apalagi bakhil.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seringkali berdo'a:

اللهم إنّي أعوذ بك من العجز والكسل والجبن والهرم والبخل

Ya Allah sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada - Mu dari kelemahan, kemalasan, sikap pengecut   dan penyakit tua (pikun),  serta kekikiran (HR. Al-Bukhari no. 2823, dan Muslim no. 2706).

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga berwasiat agar beramal dengan Giat.

احرص على ما ينفعك، واستعن با الله ولا تعجز

Bekerja giatlah pada apa yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah melemah ( HR. Muslim no. 2664).

Seorang muslim tidak akan malas, karena ia beriman kepada seruan Allah:

{سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ} [الحديد : 21]

Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.(Al-Hadid :21)

Seorang muslim bukanlah penakut dan pengecut, karena ia meyakini ketentuan Allah, beriman dengan takdir dan mengetahui, bahwa apapun yang ditetapkan untuknya tidak akan luput dari dirinya. Sebaliknya, apa yang tidak ditentukan untuknya tidak akan pernah menimpanya, bagaimanapun keadaannya.

Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari keburukan kelemahan, malas, pikun, dan bakhil.

GAMBARAN SIKAP LEMAH DAN MALAS

1. Malas menjawab dan memenuhi seruan adzan.
2. Menunda-nunda pekerjaan
3. Meninggalkan pekerjaan yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya.

Sumber: Minhajul Muslim,  Shaikh Abu Bakar Jabir Al-jazairi.

Sabtu, 04 Juli 2015

HUKUM MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDO'A

HUKUM MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA
(Menurut 3 ulama besar: Syaikh Ibnu Bâz رحمه الله, Syaikh Ibnu Utsaimîn رحمه الله  & Syaikh Shâlih al-Fauzân حفظه الله ) 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kami sengaja mengangkat tema ini, karena ada faedah yang berharga yang kami dapatkan dari ulama besar Saudi Arabia (Syaikh Shalih Al-Fauzan --hafizhahullah--) yang sikap beliau jauh berbeda dalam menyikapi hal ini. Artinya beliau menyikapinya jauh berbeda dengan sebagian orang yang mengatakan bid'ah dan sesat. Mengenai mengusap wajah setelah berdoa, kami sendiri sudah yakin bahwa itu tidak disyariatkan, karena kebanyakan ulama menilai bahwa haditsnya lemah. Sehingga jika lemah, tentu saja tidak perlu diamalkan. Namun bagaimana mengingkari orang lain yang masih mengamalkan hal ini? Kita dapat melihat ulama besar yang sudah ma'ruf bagaimana keilmuannya mengatakan bahwa tidak perlu bersikap keras dalam mengingkarinya. Mari kita lihat bahasan berikut. Moga bermanfaat.


Hadits Mengusap Wajah Setelah Doa

Mengenai hadits tersebut di antaranya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram
 
وَعَنْ عُمَرَ - رضي الله عنه - قَالَ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا مَدَّ يَدَيْهِ فِي اَلدُّعَاءِ, لَمْ يَرُدَّهُمَا, حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ - أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ

Dari Umar --radhiyallahu 'anhu--, ia berkata:

"Bahwa jika Rasulullah --shallallahu 'alaihi wasallam-- membentangkan tangannya ketika berdoa, beliau tidak menurunkannya sampai beliau mengusap kedua tangan tersebut ke wajahnya."

Hadits ini dikeluarkan oleh At-Tirmidzi. Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini memiliki penguat, yaitu dari hadits Ibnu Abbas yang dikeluarkna oleh Abu Daud. Yang keseluruhan jalannya menunjukkan bahwa hadits tersebut hasan.

Sedangkan ulama lain men-dha'if-kan hadits di atas. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Hammad, dan dia termasuk perawi yang dha'if (lemah)[1]. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini dha'if jiddan (lemah sekali).[2]


Penilaian Para Ulama Mengenai Mengusap Wajah Setelah Doa

Imam Ahmad bin Hanbal --rahimahullah-- berkata,

لا يعرف هذا ، أنه كان يَمسح وجهه بعد الدعاء إلا عن الحسن .
"Aku tidak mengtahui hadits yang shahih tentang amalan ini. Hanya Al-Hasan yang mengusap wajah setelah doa."[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah --rahimahullah-- berkata,

وَأَمَّا رَفْعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ : فَقَدْ جَاءَ فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ وَأَمَّا مَسْحُهُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ فَلَيْسَ عَنْهُ فِيهِ إلَّا حَدِيثٌ أَوْ حَدِيثَانِ لَا يَقُومُ بِهِمَا حُجَّةٌ
"Adapun mengangkat tangan saat berdoa, dilakukan oleh Nabi --shallallahu 'alaihi wasallam-- sebagaimana terdapat dalam banyak hadits yang menerangkan hal ini. Adapun mengusap wajah setelah doa, tidak ada yang menerangkan hal ini kecuali satu atau dua hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah (alasan)."[4]

Al-Izz bin Abdissalam --rahimahullah-- berkata,

ج. قال العز بن عبد السلام : ولا يمسح وجهه بيديه عقيب الدعاء إلا جاهل .
"Tidak ada yang mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa kecuali orang yang jahil (bodoh)."[5]

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz --rahimahullah-- ditanya,

ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء وخاصة بعد دعاء القنوت وبعد النوافل ؟
Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdo’a, khususnya setelah do’a qunut atau do’a setelah shalat sunnah?

Beliau --rahimahullah-- menjawab,

حكمه أنه مستحب ؛ لما ذكره الحافظ في البلوغ في باب الذكر والدعاء ، وهو آخر باب في البلوغ أنه ورد في ذلك عدة أحاديث مجموعها يقضي بأنه حديث حسن ، وفق الله الجميع والسلام عليكم.

"Hukumnya adalah disunnahkan sebagaimana hadits yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram Bab Dzikr wa Du'a. Bab tersebut adalah akhir bab dalam Bulughul Maram. Hal ini dijelaskan dalam beberapa hadits yang semuanya jika dikumpulkan mencapai derajat hasan. Semoga Allah memberi taufik pada kalian seluruhnya. Wassalaamu 'alaikum."[6]


Dalam soal yang lain Syaikh Ibnu Baz --rahimahullah-- ditanya,

سمعت أن المسح على الوجه بعد الدعاء بدعة، وأن تقبيل القرآن الكريم بدعة، أفيدونا عن ذلك؟ جزاكم الله خيراً.
Aku pernah mendengar ada yang mengatakan bahwa mengusap wajah setelah berdoa termasuk bid'ah. Berilah kami kejelasan dalam hal ini. Jazakallah khairan.

مسح الوجه بعد الدعاء ليس بدعة، لكن تركه أفضل للأحاديث الضعيفة وقد ذهب جماعة إلى تحسينها؛ لأنها من باب الحسن لغيره، كما ذلك الحافظ بن حجر -رحمه الله- في آخر بلوغ المرام، وذكر ذلك آخرون، فمن رآها من باب الحسن استحب المسح، ومن رآها من قبيل الضعيف لم يستحب المسح، والأحاديث الصحيحة ليس فيها مسح الوجه بعد الدعاء، الأحاديث المعروفة في الصحيحين، أو في أحدهما في أحد الصحيحين ليس فيها مسح، إنما فيها الدعاء، فمن مسح فلا حرج، ومن ترك فهو أفضل؛ لأن الأحاديث التي في المسح بعد الدعاء مثلما تقدم ضعيفة، ولكن من مسح فلا حرج، ولا ينكر عليه، ولا يقال بدعة،

"Perlu diketahui, bahwa mengusap wajah setelah shalat bukanlah bid'ah. Akan tetapi meninggalkannya itu afdhal (lebih utama) karena dha'if-nya hadits-hadits yang menerangkan hal ini. Namun sebagian ulama telah meng-hasan-kan hadits tersebut, karena dilihat dari jalur lainnya yang menguatkan. Di antara ulama yang meng-hasan-kannya adalah Al-Hafizh Ibnu Hajar --rahimahullah-- dalam akhir kitabnya, Bulughul Maram. Demikian pula dikatakan ulama yang lainnya. Barangsiapa yang berpendapat  bahwasanya haditsnya hasan, maka disunnahkan baginya untuk mengusap wajah. Sedangkan yang men-dha'if-kannya, maka tidak disunnahkan baginya untuk mengusap wajah. Namun tidak ada hadits shahih yang menganjurkan mengusap wajah sesudah doa. Begitu pula hadits yang telah ma'ruf dalam Bukhari-Muslim atau salah satu dari keduanya tidak membicarakan masalah mengusap wajah setelah doa, yang dibicarakan hanyalah masalah doa. Siapa saja yang mengusap wajah setelah doa, tidaklah mengapa. Namun meninggalkannya, itu lebih afdhal. Karena sebagaimana dikatakan tadi, bahwa hadits-hadits yang membicarakan hal itu dha'if. Namun yang mengusapnya --sekali lagi--, tidaklah mengapa. Hal ini pun tidak perlu diingkari dan juga tidak perlu dikatakan bid'ah."[7]


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin --rahimahullah-- ditanya,

ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء؟
Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah shalat?

Beliau --rahimahullah-- menjawab,

يرى بعض أهل العلم أنه من السنة، ويرى شيخ الإسلام أنه من البدعة، وهذا بناءً على صحة الحديث الوارد في هذا، والحديث الوارد في هذا قال شيخ الإسلام: إنه موضوع. يعني: مكذوب على الرسول صلى الله عليه وسلم. والذي أرى في المسألة: أن من مسح لا ينكر عليه، ومن لم يمسح لا ينكر عليه،
"Sebagian ulama memang mengatakan bahwa hal ini termasuk sunnah (dianjurkan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri menganggap perbuatan ini termasuk bid'ah (hal yang mengada-ada dalam agama). Bisa terjadi perbedaan semacam ini karena adanya perbedaan dalam men-shahih-kan hadits dalam masalah tersebut. Syaikhul Islam sendiri mengatakan bahwa hadits yang membicarakan hal ini maudhu' (palsu), yaitu diriwayatkan oleh perawi yang berdusta atas nama Rasul --shallallahu 'alaihi wasallam--. Sedangkan aku sendiri berpandangan bahwa orang yang mengusap wajah (seusai doa) tidak perlu diingkari. Begitu pula orang yang tidak mengusap wajah, juga tidak perlu diingkari."[8]


Syaikh Ibnu Utsaimin dalam perkataannya yang lain mengatakan,

مسح الوجه باليدين بعد الدعاء الأقرب أنه غير مشروع؛ لأن الأحاديث الواردة في ذلك ضعيفة، حتى قال شيخ الإسلام - رحمه الله تعالى -: إنها لا تقوم بها الحجة.
... وإذا لم نتأكد أو يغلب على ظننا أن هذا الشيء مشروع فإن الأولى تركه؛ لأن الشرع لا يثبت بمجرد الظن إلا إذا كان الظن غالباً.
... فالذي أرى في مسح الوجه باليدين بعد الدعاء أنه ليس بسنة، والنبي صلى الله عليه وسلم كما هو معروف دعا في خطبة الجمعة بالاستسقاء ورفع يديه(1) ولم يرد أنه مسح بهما وجهه، وكذلك في عدة أحاديث جاءت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه دعا ورفع يديه ولم يثبت أنه مسح وجهه.
"Mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa, yang lebih tepat, amalan tersebut bukanlah suatu yang dianjurkan. Karena hadits yang menerangkan hal ini dha'if. Sampai-sampai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits tersebut tidaklah bisa dijadikan hujjah (karena dha'if-nya, pen). Jika memang menurut perasaan kita hal itu benar-benar tidak dianjurkan, maka yang utama adalah meninggalkan amalan tersebut. Karena amalan tidaklah dibangun dengan hanya sekedar perasaan, kecuali jika perasaan tersebut benar-benar kuat. Aku pun berpendapat bahwa mengusap wajah sesudah doa dengan kedua tangan bukanlah termasuk yang disunnahkan. Nabi --shallallahu 'alaihi wasallam-- sebagaimana yang telah ma'ruf dalam khutbah Jum'at dan shalat Istisqa', beliau berdoa dengan mengangkat tangan. Namun ketika itu tidak didapati kalau beliau mengusap wajah setelah doa. Begitu pula dalam beberapa hadits dari Nabi --shallallahu 'alaihi wasallam-- dijelaskan bahwa beliau berdoa dengan mengangkat kedua tangan, namun tidak shahih jika dikatakan bahwa beliau mengusap wajah."[9]


Syaikh Shalih Al-Fauzan --hafizhahullah-- ditanya,

"Apa hukum mengusap wajah setelah berdoa?"

Jawaban beliau --hafizhahullah--,

"Hadits yang membicarakan amalan tersebut tidak shahih. Namun siapa yang mengamalkan hal ini tidak perlu diingkari. Akan tetapi, yang tidak mengusap wajah setelah berdo'a, itulah yang ahsan (lebih baik)."[10]


Penutup

Nasehat terakhir dari Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan --hafizhahullah--, kami rasa sudah cukup sebagai kesimpulan. Artinya, hadits yang membicarakan amalan ini, dha'if, sehingga tidak perlu diamalkan. Namun tidak perlu ada inkaru munkar dalam hal ini, karena haditsnya pun masih diperselisihkan dha'if atau hasan-nya. Yang tidak mengamalkan mengusap wajah sesudah berdoa, itulah yang lebih baik. Wallahu waliyyut taufiq.
 
Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush shalihaat.

Riyadh-KSA, 25 Rabi’ul Awwal 1432 H (28/02/2011)
www.rumaysho.com

[1] Lihat Siyar A'lam An-Nubala, 16/67.
[2] Lihat Dha'iful Jaami', 4412
[3] Al-'Ilal Mutanahiyah, 2/840-841
[4] Majmu' Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 22/519
[5] Fatawa Al-'Izz bin 'Abdissalam, hal. 47.
[6] Majmu' Fatawa Ibni Baz, Ar-Riasah Al-'Ammah lil Buhuts Al-'lmiyyah wal Ifta', 26/148
[7] Sumber website Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz >> www.binbaz.org.sa/mat/11228
[8] Liqa' Al-Bab Al-Maftuh, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, kaset no. 196.
[9] Majmu' Fatawa wa Rasail Ibni 'Utsaimin, Asy-Syamilah, 13/191
[10] Sesi Tanya Jawab, Durus Mukhtashar Zaadil Ma'ad, 25 Rabi'ul Awwal 1432 H, Riyadh-KSA.

________________________________

Penulis: Ustadz Muhammad Abduh bin Tuasikal, M.Sc.
(www.Rumaysho.com/belajar-islam/amalan/3356-hukum-mengusap-wajah-setelah-berdoa.html)

Kamis, 02 Juli 2015

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA (TERUTAMA IBU): SEBAGAI KAFFARAH DOSA BESAR

Syaikh DR.Muhammad bin Ibrohim an-Naim berkata: 

Berbakti kepada orang tua merupakan amalan yang paling mendekatkan pelakunya kepada Allah ‘azza wa jalla. Berbakti kepada orang tua dapa menjadi kaffarah bagi dosa besar.

Dalam Adabul Mufrad, Imam Bukhari meriwayatkan, ada seorang lelaki pernah mendatangi Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma dan berkata: “Aku pernah melamar seorang wanita, namun dia menolak untuk kunikahi. Lalu dia dilamar oleh lelaki lain dan ternyata dia menerima lamarannya. Akupun terbakar oleh rasa cemburu dan membunuh wanita itu. Apakah dosaku ini bisa diampuni?

Ibnu ‘Abbas radhiallohu’anhuma berkata:’ Apakah ibumu masih hidup?’

Lelaki itu menjawab,:”Tidak”

Selanjutnya Ibnu ‘ Abbas berkata:”Kalau begitu bertaubatlah engkau kepada Allah dan dekatkanlah diri kepada-Nya sebatas kemampuanmu”

‘Atha bin Yasar berkata: “ Aku mendatangi Ibnu ‘Abbas dan bertanya kepadanya: “Kenapa Anda menanyakan apakah ibunya masih hidup atau tidak?”

Dia menjawab:” Aku tidak mengetahui sebuah amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah selain berbakti kepada Ibu.” (HR. Al-Bukhari, dalam al-Adabul Mufrad, dan dishahihkan oleh al-Albani).

Wajar saja kalau berbakti kepada orang tua termasuk amalan yang paling dicintai oleh Allah azza wa jalla, dan setara dengan jihad fii sabilillah. 

Dari Ibnu Mas’ud, dia berkata:



سَأَلْتُ ِلنَّبِيَّ صَلى اللّه عليه وسَلّم أَيُ الْعَمَلِ اَحَبُّ إلى اللّهِ عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالَ: الصَّلَاةُ عَلى وَقْتِهَا.قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ:ثُمَّ بِرُالْوَالِدَينِ. قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللّهِ

Aku pernah bertanya kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam, amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla? Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya.” Aku berkata: Setelah itu apa? Beliau bersabda: “ Kemudian berbakti kepada orang tua.” Aku berkata: Setelah itu apa? Beliau bersabda:” Kemudian jihad fii sabilillah.”

(HR. Ahmad, al-Bukhari (527 dan 5970), Muslim (85), at-Tirmidzi (1898), An-Nasa’i (609) )

Sumber: Buku Bersanding dengan Bidadari di Syurga, DR. Muhammad bin Ibrohim An-Naim. Penerbit: Daar An-Naba'.


Rabu, 01 Juli 2015

BAHAYA SIFAT SOMBONG

Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

Tidak akan  masuk surga seorang  yang dalam  hatinya ada sebiji dzarrah dari kesombongan. (HR. Muslim)

Syurga Allah persiapkan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri, sebagaimana firman-Nya:

Negeri  akhirat  itu,  Kami  jadikan  untuk  orang-orang  yang  tidak  menyombongkan  diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang -orang yang bertaqwa. (al-Qashash: 83). 


Adab Ketika Turun Hujan


  • Bergembira dengan turunnya hujan

Dari ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, bahwasannya ia pernah mendengar ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الرِّيحِ وَالْغَيْمِ، عُرِفَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ، فَإِذَا مَطَرَتْ سُرَّ بِهِ وَذَهَبَ عَنْهُ ذَلِكَ،
Apabila hari mendung dan angin bertiup kencang, maka hal itu dapat diketahui dari wajah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Beliau bolak-balik ke depan dan ke belakang. Dan ketika hujan telah turun, beliau pun bergembira dan hilanglah kekhawatirannya”.


، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَسَأَلْتُهُ، فَقَالَ: " إِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَكُونَ عَذَابًا سُلِّطَ عَلَى أُمَّتِي "، وَيَقُولُ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ: " رَحْمَةٌ "
Aaisyah berkata : “Lalu aku bertanya tentang hal itu pada beliau. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : "Aku khawatir hal itu akan menjadi menjadi adzab yang ditimpakan kepada umatku". Ketika melihat hujan turun, beliau bersabda : "(Ini adalah) rahmat" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 889]


HUKUM MENGAMBIL TANAH TANPA HAQ

ANCAMAN BAGI YANG MENGAMBIL TANAH ORANG LAIN SECARA ZHALIM

Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwasanya telah bersabda Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
Barang siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah maka dia akan dikalungi
 (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.” Muttafaqun ‘Alaih, Riyadhush Shalihin no. 206.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

 مَنْ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

Barangsiapa mengambil sejengal tanah saudaranya dgn zhalim, niscaya Allah akan menghimpitnya 
dgn tujuh lapis bumi pada hari Kiamat. [HR. Muslim No.3020].