Jumat, 04 November 2022

TADABBUR AL-QUR'AN

 QS. ATTAUBAH: 20-24



ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَـٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَ‌ٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ [٢٠] يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُم بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَ‌ٰنٍ وَجَنَّـٰتٍ لَّهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُّقِيمٌ [٢١] خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ [٢٢]


Ayat 20 menjelaskan bahwa iman, hijrah, dan jihad di jalan Allah tidak sama pahalanya dengan memberi minum jamaah haji, karena ketiga hal tersebut jalan meraih derajat yang paling tinggi di sisi Allah dan juga jalan meraih kemuliaan Islam, kaum Muslimin dan memelihara eksistensi negeri mereka sepanjang masa.


Ayat 21 dan 22 menjelaskan berita gembira dari Allah yang akan diterima kelak oleh orang-orang beriman kepada Allah, berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Mereka akan meraih tiga hal yang amat besar dari Allah: 

a) Rahmat (kasih sayang) Allah. 

b) Keridhaan Allah. 

c) Surga Allah yang akan menjadi tempat tinggal mereka yang amat sangat nikmat. 

Mereka akan kekal di dalamnya. Itulah balasan yang amat agung dari Allah.


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوٓا۟ ءَابَآءَكُمْ وَإِخْوَ‌ٰنَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ ٱسْتَحَبُّوا۟ ٱلْكُفْرَ عَلَى ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ [٢٣]



Ayat 23 menjelaskan salah satu konsekuensi keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni masalah walā’ (loyalitas) atau kepemimpinan. Allah melarang kaum Mukmin memberikan loyalitas dan menyerahkan kepemimpinan negeri mereka kepada orang yang lebih menyukai ajaran-ajaran kekafiran ketimbang keimanan, kendati mereka itu bapak-bapak, saudara-saudara kandung atau kerabat mereka. Siapa yang melakukan hal tersebut maka Allah masukkan ia ke dalam golongan kaum yang zalim.


قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَ‌ٰنُكُمْ وَأَزْوَ‌ٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَ‌ٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَـٰسِقِينَ 

[٢٤]



Ayat 24 menjelaskan standarisasi cinta orang-orang beriman. Orang-orang beriman harus mencintai Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan Allah melebihi cinta mereka kepada bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara kandung, istri-istri, kaum keluarga, harta, perniagaan dan rumah-rumah yang mereka miliki. Siapa yang keluar dari standar ini maka ia Allah akan menghukum mereka karena mereka termasuk ke dalam kaum fasik (yang membangkang pada Allah).

3 Kunci Kebahagiaan (Bagian 1)


Kebahagiaan adalah dambaan setiap insan.  Semoga Allah menjadikan kita semua hamba yang apabila diberi bersyukur, apabila diuji

bersabar, dan apabila berbuat dosa segera memohon ampun kepada Allah kepada Allah

‘azza wa jalla. Karena ketiga perkara ini merupakan tanda kebahagiaan di dunia dan

akhirat.

Mengapa harus bersyukur?

Karena apapun kebaikan dan nikmat yang kita miliki, semuanya dari Allah jalla wa ‘ala. Maka kita wajib bersyukur kepada Allah. Allah berfirman :


Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS An-Nisaa : 79)


Selain itu, tujuan penciptaan manusia di antaranya agar mereka bersyukur kepada Allah. 

Allah ta'ala berfirman:


dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Qs An-nahl : 78).


Balasan bagi hamba yang bersyukur?

Dan Allah telah manjanjikan bagi orang-orang yang bersyukur berkesinambungannya kenikmatan, bertambahnya dan keberkahannya. Allah berfirman:


Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim : 7)


Bersambung...



Bahaya Namimah


Allah memerintahkan kita semua untuk bersatu berpegang teguh dengan tali Allah (Al-Qur'an dan As-Sunnah) dan melarang kita untuk berpecah belah atau melakukan perbuatan yang menyebabkan terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin.

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai

Di antara perbuatan yang diharamkan dalam islam karena dapat menjadi sarana terjadinya perpecahan juga pertengkaran antara sesama muslim, yaitu perbuatan NAMIMAH. Apa itu namimah? Namimah adalah menukil perkataan sebagian orang untuk disampaikan pada orang lain dengan tujuan untuk merusak hubungan di antara mereka serta menimbulkan permusuhan dan kebencian.

 Perhatikanlah bahaya dari perbuatan namimah ini…

• Dengan sebab namimah suami istri bisa bercerai! Bagaimana hal itu terjadi? Pelaku namimah mendatangi istrinya yang di rumah, lalu dia menceritakan kejelekan suaminya ketika di luar rumah. Atau pelaku namimah itu mendatangi suaminya yang sedang bekerja, lalu dia menceritakan kejelekan istrinya ketika di rumah. Maka terjadilah pertengkaran antara suami istri tersebut, lalu merekapun bercerai.

• Dengan sebab namimah dua orang yang bersahabat bisa bertengkar, bermusuhan dan bahkan saling membunuh.

• Dengan sebab namimah, mertua dan menantu pun saling bermusuhan.

• Dengan sebab namimah, hubungan kekerabatan bisa menjadi renggang.

• Dengan sebab namimah negeri ini dijajah sampai ratusan tahun. Belanda melakukan politik namimah terhadap pribumi, sehingga ada yang menjadi jongosnya dan ada yang menjadi pejuang.

•  Dengan sebab namimah, perpecahan hari ini terjadi . Ada cebong vs kadrun, ada yang merasa paling pancasilais dan ada yang dituduh anti Pancasila, ada yang merasa paling toleran dan ada pihak yang dituduh intoleran, ada yang diangkat setinggi langit dan ada yang diinjak-injak.

• Dengan sebab nanimah sesama ahlu sunnah diadu domba syi’ah dengan label wahabi vs aswaja.

Maka Kami mengingatkan dalam menghadapi fitnah kaum pemecah belah, dengan Firman Allah subhaanahu wa ta’ala dalam Q.S Al-Qalam :

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ

"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina," (Al-Qalam:10)

{وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ} " Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah," yaitu orang yang sering bersumpah. Karena hal itu hanya dilakukan oleh pendusta. Dan pendusta itu adalah orangمُهِينٌ " hina," yakni buruk jiwanya, kecil semangatnya, dan tidak memiliki keinginan untuk kebaikan, tapi seluruh keinginannya hanya untuk kepentingan syahwat dirinya yang tercela.

هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍ

yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah,(Al-Qalam:11)

{هَمَّازٍ} "Yang banyak mencela," yaitu banyak mencela dan menuduh orang dengan cara ghibah, mengolok-olok atau yang lainnya. مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

 "Yang kesana kemari menghambur fitnah," maksudnya, menyebarkan namimah (adu domba) di antara sesama manusia.

Dalam Riyadhush Shalihin, Imam Nawawi rahimahullah membawakan hadits Dari Hudzaifah Radhiallahu'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

لا يدخل الجنة نَمّامٌ

"Tidak masuk Surga orang yang suka mengadu domba." (Muttafaq 'alaih)

Syaikh Salim 'Ied al-Hilali ketika menjelaskan hadits di atas menerangkan:

"Barang siapa menghalalkan adu domba, sedang dia tahu bahwa perbuatan itu haram, maka Allah akan mengharamkan baginya Surga. Namun, jika dia tidak menghalalkannya, maka orang itu berada di bawah kehendak Allah. Kalau Allah mengadzabnya, maka Dia akan melakukannya dan kalau Allah mau, maka diampunilah dosanya."


Ibnu an-Nahhas ad-Dimasyqi رحمه الله berkata dalam kitabnya Tanbiihul Ghaafiliin, "Setiap insan hendaknya tidak menceritakan semua keadaan orang yang dilihatnya, kecuali jika padanya terdapat manfaat bagi muslim yang lain atau dapat menghindarkan maksiat darinya..."

Dia berkata lagi, "Setiap orang yang dihadapkan dengan suatu namimah, lalu dikatakan padanya, 'Si Fulan telah mengatakan sesuatu tentangmu,' maka hendaknya dia melakukan enam perkara berikut:

1. Tidak membenarkannya, karena tukang namimah adalah orang fasiq yang beritanya tidak bisa diterima.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا

2. Melarangnya dari perbuatan tersebut, menasehati dan meluruskan perbuatannya.

3. Membencinya karena Allah, sebab orang semacam itu [pelaku namimah] dibenci oleh Allah.

4. Tidak berprasangka buruk terhadap orang yang diberitakan olehnya. Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa (alhujurat:12)

Karena seringkali pelaku namimah menceritakan seseorang berdasarkan prasangka buruk atau kebodohannya.

5. Jangan sampai berita yang diceritakan tadi menggiringnya melakukan tindakan memata-matai (tajassus).

6. Tidak mengikuti larangan (atau saran) si tukang namimah terhadap orang yang digunjing dan jangan menceritakan perbuatan namimah yang dilakukannya." 


[Tanbihul Ghaafilin (hal. 131-132)].